Pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) memasang target 10 juta sertifikasi halal pada tahun 2024. Bagaimana strateginya? Apa peran lembaga halal lain seperti LPPOM MUI?
Pada tahun 2022 lalu, populasi penduduk muslim Indonesia mencapai 241,7 juta orang atau 87% dari total penduduk yang mencapai 273,52 juta jiwa. Dari populasi muslim sebesar itu, belanja produk dan layanan halal yang mereka keluarkan diproyeksikan mencapai US$ 281,6 miliar pada tahun 2025.
Melihat potensi yang sangat besar itu, pemerintah menetapkan bahwa Indonesia harus menjadi pemain utama dalam industri halal dunia. Untuk mengejar target tersebut, pemerintah telah menyusun berbagai strategi untuk menangkap peluang tersebut. Salah satunya adalah dengan percepatan sertifikasi halal bagi para pelaku usaha di dalam negeri.
Tak tanggung-tanggung, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama, selaku pemangku kepentingan utama di bidang halal, memasang target 10 juta produk bersertifikat halal pada 2024. Target tersebut, menurut Kepala BPJPH Aqil Irham, merupakan upaya menjadikan Indonesia sebagai produsen makanan dan minuman halal nomor satu dunia pada tahun yang sama.
“Tahun ini kita punya target satu juta sertifikasi halal gratis. Tapi jangan berhenti di sana, karena kita harus melakukan lompatan sehingga 2024 tercapai 10 juta produk bersertifikat halal,” ujar Aqil Irham kepada sejumlah media, beberapa waktu lalu.
Target 10 juta sertifikat halal pada 2024 dicanangkan oleh Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas pada 2022 bersamaan dengan pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag tahun 2022 yang mengusung tema “Akselerasi Transformasi Layanan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal”.
Pencanangan target 10 juta sertifikat halal ditandai dengan kick-off program Sertifikasi Halal Gratis (Sehati) bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) untuk tahun 2022. “Saya mengapresiasi program 10 juta produk bersertifikat halal yang diinisiasi BPJPH pada tahun 2022. Akselerasi sertifikasi halal untuk 10 juta produk halal ini merupakan terobosan penting dalam mendorong pemulihan ekonomi nasional,” ungkap Menag Yaqut di Jakarta, seperti dilansir humas Kementerian Agama.
Menag berharap, sertifikasi halal yang dilakukan secara masif, menjadi pemantik geliat UMK untuk kembali bangkit setelah lebih dua tahun terdampak pandemi COVID-19. Menag mengakui bahwa target 10 juta produk bersertifikat halal adalah sebuah loncatan yang sangat jauh jika dibandingkan dengan angka capaian sertifikasi halal yang ada selama ini.
“Target 10 juta produk halal ini bukanlah target yang mudah diraih. Untuk mencapai target ini, dibutuhkan kerja yang luar biasa dan kolaboratif. Kita harus melakukan akselerasi transformasi layanan jaminan produk halal dan menjalin sinergi dengan banyak pihak,” tegas Menag. (Baca Boks: Peran LPPOM MUI Dalam Target 10 Juta Sertifikat Halal).
Kepala BPJPH Aqil Irham mengatakan bahwa prakarsa program 10 juta produk bersertifikat halal dimaksudkan untuk mengakselerasi pelaksanaan kewajiban sertifikasi halal yang telah dimulai sejak 17 Oktober 2019. Seperti dikutip Antaranews.com, BPJPH akan melakukan enam upaya percepatan capaian target 10 juta sertifikat halal tahun 2024. Pertama, pelatihan bagi pendampingan proses produk halal. Kedua, program kantin halal, bertujuan untuk mendorong kantin-kantin di seluruh satuan kerja Kemenag untuk bersertifikat halal.
Ketiga, memperkuat kemitraan dengan kementerian/ lembaga. Keempat, fasilitasi sertifikasi halal reguler bekerja sama dengan para pemangku kepentingan. “Kita sudah bertemu dengan 22 kementerian/lembaga dan berkomitmen menyiapkan anggaran untuk fasilitasi sertifikasi self-declare maupun reguler. Program kemitraan ini juga harus diturunkan ke seluruh daerah,” kata Aqil.
Kelima adalah kampanye wajib halal. Kampanye ini akan dilakukan di 1.000 titik pada 34 provinsi. BPJPH akan memastikan kewajiban sertifikasi halal tersosialisasi di 34 provinsi di Indonesia. Sedangkan langkah keenam, BPJPH akan melakukan pengawasan secara berkesinambungan. Menurut Aqil, pengawasan ini menjadi kunci sehingga keterlibatan seluruh pemangku kebijakan amat diperlukan. “Jangan sampai ada masyarakat yang tidak terpapar informasi terkait kewajiban sertifikasi halal ini,” kata dia.