Bisnis.com, JAKARTA — Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) mengingatkan agar para pedagang kaki lima hingga pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) wajib memiliki sertifikasi halal sebelum 17 Oktober 2024. Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH Siti Aminah mengatakan, apabila pelaku UMKM belum bersertifikasi halal pada 18 Oktober 2024, maka UMKM terancam dikenakan sanksi tidak bisa lagi mengedarkan produk ke masyarakat. “Di tahun 2024 adalah masa berlaku kewajiban bersertifikat halal untuk produk makanan minuman, hasil sembelihan, jasa sembelihan, bahan penolong, bahan tambahan, dan bahan yang lainnya. Khusus yang berhubungan dengan makanan minuman,” kata Siti saat ditemui usai acara Penyerahan Sertifikasi Halal UMKM NTB di Graha Bakti Praja, Kantor Gubernur NTB, Lombok, dikutip pada Sabtu (3/2/2024). Sanksi pertama, yaitu berupa sanksi administrasi. Siti menjelaskan, sanksi administrasi ini diberikan kepada pelaku usaha yang belum bersertifikat halal. Sebelum mengenakan sanksi ini, Siti menyampaikan bahwa BPJPH terlebih dahulu mempertanyakan alasan UMKM belum memiliki sertifikat halal pada 18 Oktober 2024.
“Kalau dia pelaku usaha mikro kecil, kalau dia tidak punya biaya, kita akan bantu, akan fasilitasi, tapi bagi pelaku usaha menengah besar, itu tidak ada excuse.Dia berarti kita sanksi,” ujarnya.
Sanksi kedua adalah produk tidak bisa beredar. Siti menjelaskan, produk tersebut tidak boleh beredar di mana pun karena belum bersertifikasi halal.
“Karena pada 18 Oktober 2024 itu [produk] hanya ada produk halal. Kalau ada produk yang non-halal, itu dia hanya mencantumkan lambang atau tulisan bahwa produk ini non-halal. Itu sanksinya,” jelasnya.
Lebih lanjut, Siti menekankan bahwa sanksi jika tak bersertifikasi halal ini berlaku untuk semua pelaku usaha, mulai dari pedagang keliling, gerobak, hingga pikul.
Artinya, sertifikasi halal ini wajib dimiliki oleh pelaku usaha super mikro, mikro, kecil, menengah, dan besar. “Termasuk pelaku usaha dalam [negeri] dan luar negeri.
Jadi, sanksi Itu diterapkan untuk semua pelaku usaha makanan minimum, jasa sembelihan untuk semua pelaku usaha dalam dan luar negeri,” terangnya.
Sementara itu, BPJPH mencatat baru terdapat 3 juta produk UMKM bersertifikat halal dari target yang dibidik 10 juta. Siti menuturkan bahwa data menjadi salah satu kendala atas belum tercapainya target tersebut, mengingat terdapat 64 juta pelaku usaha di Indonesia.
“Data itu terkadang kita nggak jelas dapat datanya yang pasti itu berapa, sehingga saat momen kami memfasilitasi dari [tahun] 2020 sampai sekarang itu datanya tidak terlalu banyak,” ujarnya. Meski demikian, Siti optimistis dapat mengejar 7 juta produk UMKM bersertifikat halal pada tahun ini.
Untuk itu, BPJPH membutuhkan dukungan dari mitra seperti perbankan untuk menambah jumlah produk yang bersertifikat halal.