Pada bulan Oktober 2024 mendatang, pemerintah mengharuskan semua produk memiliki sertifikasi halal. Hal ini juga menjadi nilai plus nantinya bagi pengusaha yang ingin produknya bersaing di tingkat global.
Di Indonesia, sertifikasi awalnya memang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia. Namun setelah keluarnya UU nomor 33 tahun 2014 dan PP 39 tahun 2021, pelaksanaan sertifikasi halal yang mulanya bersifat sukarela/voluntary berubah menjadi wajib/mandatory.
Perubahan tersebut juga terjadi pada aktor yang berperan dalam proses sertifikasi halal. Jika sebelumnya hanya dilaksanakan oleh MUI mulai dari pendaftaran hingga penerbitan sertifikat, kini terdapat 3 aktor yaitu Kementerian Agama (dalam hal ini BPJPH) yang bertugas sebagai tempat pendaftaran dan penerbitan sertifikat, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) selaku lembaga yang mengaudit kehalalan, dan MUI yang menetapkan fatwa.
Dikutip dari situs Kemenag, berikut cara mengurus sertifikasi halal:
Cara Urus Sertifikasi Halal di Kementerian Agama
Mengurus sertifikasi halal di Kementrian Agama kini cukup mudah dan murah. Pengusaha tak perlu ragu untuk mendaftarkan produknya.
Anda bisa melakukan pendaftaran produk melalui online. Bisa lewat aplikasi PUSAKA Kemanag atau laman ptsp.halal.go.id.
Hal itu diutarakan oleh Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) Muhammad Aqil Irham. Berikut langkah-langkahnya:
BPJPH kini memudahkan pelaku usaha untuk membuat sertifikasi halal. Anda tak perlu repot-repot datang ke kantor kementrian Agama, cukup lakukan pendaftaran di rumah saja.
Pendaftaran sertifikasi halal bisa dilakukan secara online melalui aplikasi PUSAKA Kemenag. Aplikasi bisa didapatkan di di Play Store untuk pengguna Android dan App Store untuk pengguna iPhone. Atau cara yang kedua adalah melalui laman ptsp.halal.go.id.
“Pendaftaran sertifikasi halal dilakukan satu pintu, melalui BPJPH dan dilakukan secara online. Jadi yang perlu diisi, ya hanya form yang terdapat di aplikasi PUSAKA atau SIHALAL pada ptsp.halal.go.id,” ujar Aqil Irham.
Ada dua skema yang disediakan pemerintah dalam membuat sertifikasi halal. Pertama, skema pernyataan pelaku usaha (self declare) dan yang kedua skema reguler.
Self declare dipakai untuk pendaftaran produk yang sudah bisa dipastikan kehalalannya. Tak perlu diuji karena sudah memenuhi kriteria tidak beresiko.
Untuk skema ini, proses verifikasi kehalalan produk akan dilakukan oleh Pendamping Proses Produk Halal (PPH).
Sementara itu, untuk proses sertifikasi halal yang menggunakan skema reguler harus melalui tahap uji. Maka diperlukan keterlibatan auditor halal yang tergabung dalam Lembaga Pemeriksa Halal (LPH).
Pemerintah tidak memungut biaya kepada pelaku usaha mikro kecil (UMK) yang ingin mendaftarkan produknya. Karena Kementerian Agama menyediakan program sertifikasi halal gratis yang disingkat SEHATI. Tentunya program ini diperuntukkan untuk produk yang sudah dipastikan kehalalannya.
“Tahun ini Kemenag menyediakan 1 juta kuota sertifikasi halal gratis melalui skema pernyataan pelaku usaha (self declare). Ini silakan dimanfaatkan,” imbuh Aqil.
Bagi UMK yang produknya masuk kategori sertifikasi reguler, akan dikenakan biaya sebesar Rp 650.000. Hal ini sesuai dengan Keputusan Kepala BPJPH Nomor 141/2021.
Biaya tersebut terdiri dari biaya pendaftaran dan penetapan kehalalan produk sebesar Rp300.000 dan biaya pemeriksaan kehalalan produk oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) sebesar Rp350.000.
Bagi pelaku usaha non-UMK, Anda juga bisa mengetahui rincian harga sertifikasi halal. Semuanya tercantum dalam Keputusan Kepala BPJPH Nomor 141/2021.
Beberapa komponen yang mempengaruhi tarif layanan serttifikasi halal adalah skala pelaku usaha, penggunaan alat uji laboratorium, lokasi pelaku usaha yang diaudit, SDM auditor, dan tenaga syariah yang dibutuhkan.
“Biaya-biaya ini dihitung dan ditentukan dengan mengacu pada daftar standar biaya satuan yang sudah ditetapkan. Jadi pelaku usaha, sudah bisa memperkirakan sendiri berapa biaya yang akan dikeluarkan,” jelas Aqil.
Indonesia memiliki 55 Lembaga Pemeriksaan Halal (LPH) yang bekerjasama dengan BPJPH. Pelaku usaha bebas untuk memilih LPH mana yang diinginkan.
“Setelah saat ini LPH banyak, maka masyarakat punya pilihan. Biaya auditor dan lain-lain juga tentunya bersaing. Masyarakat silakan pilih yang sesuai kemampuan,”kata Aqil.
Dalam rangka mempercepat capaian sertifikasi halal, Kemenag telah membentuk Tim Pelaksana Tugas Komite Fatwa Produk Halal. Mereka dikukuhkan sejak Maret 2023 yang terdiri dari 25 ulama dan akademisi.
Pembentukan Komite Fatwa Produk Halal ini sesuai dengan kebijakan yang tercantum dalam UU Nomor 6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Demikian informasi cara membuat sertifikasi halal. Semoga dapat membantu pelaku usaha yang ingin mensertifikasi produknya.